Cerpen HSN

            KEIKHLASAN FARHAN

Ada salah satu pesantren yang terkenal akan kesalafannya. Pondok ini di asuh oleh seorang kyai yang terkenal tegas dalam mendidik santrinya, zuhud, riyadhohnya mempeng, dan juga seorang wira’i. Beliau pernah mengemban ilmu di Ponpes Lirboyo Kediri selama 10 tahun. Dimata para santrinya Beliau merupakan tokoh panutan yang tegas dan istiqomah dalam pendirian, telaten, serta memberikan kasih sayang kepada setiap santrinya.
Beliau yang tak lain adalah KH.Abdullah. Seorang kyai  yang di segani di Ponpes Nurul Hikmah. Abah Dul begitulah sapaan yang biasa diucapkan oleh para santri. Beliau mempunnyai sorang istri yang bernama Bu Aisyah. Suatu ketika ada santri baru yang ingin mondok di pesantren tersebut. Dia  adalah Farhan,  anak dari keluarga yang sangat kaya raya. Dia termasuk anak yang manja dan susah untuk diatur oleh orang tuanya. Oleh karena itu, orang tuanya mengirim Farhan ke pesantren dengan harapan agar anaknya menjadi pribadi yang lebih baik. Tetapi masuk ke pesentren adalah suatu mimpi buruk bagi Farhan.
Saat pertama kali Farhan dan orang tuanya datang ke pondok untuk menghadap KH.Abdullah, Farhan di   beri wejangan sebelum Farhan tinggal di Ponpes Nurul Hikmah. Ketika di beri wejangan Farhan hanya terdiam dan mendengarkan ucapan kyainya. Namun dihatinya seakan-akan digrogoti tikus-tikus liar. Setelah itu Farhan diantarkan ketua pengurus dan ayahnya ke kamar yang akan di singgahi Farhan. Ketika sesampainya Farhan dikamar yang dijuluki dengan sebutan kamar Ustmani di dalam hatinya Farhan berkata “OMG... tempat apaan kayak gini, semacam kandang ayam”. Farhan masuk kedalam kamar tersebut dengan sejuta ekspresi. Satu kamar tersebut ditempati 84 santri dan ditambah 1 lagi Farhan. Jadi kamar tersebut disinggahi 85 santri. Loker-loker yang berantakan, di dalam ada perkakas-perkakas yang saat tidak pantas dilihatnya. Memang seperti itu loker anak putra, habis ngapain aja tidak di beresi lagi seperti semula. Farhan di dalam hatinya merasa tidak akan bisa hidup di tempat seperti ini.
Usai berpamitan dengan kedua orang tuanya, Farhan yang awalnya cowok cool seketika meneteskan air mata bukan karena berpisah dengan orang tuanya tetapi ia tak ingin tinggal di pesantren. Apalagi harus hadup dengan teman-teman baru untuk beberapa tahun lamanya. Ketua pondok,pun menasihati agar Farhan bisa legowo menerima apa yang telah di takdirkan Allah ke padanya. Lalu Farhan di ajaknya untuk berkenalan dengan santri-santri yang menempati kamar Utsmani. Sesi perkenalan di kamar tersebut cukup lama. Nama-nama santri yang menempati kamar Utsmani antara lain Sahal, Ta’in, Iman, Saiful, Hadi, Syifa, Afabi, dan kawan-kawan. Di antara sekian santri yang telah berkenalan dengan Farhan hanya Afabi yang langsung akrab dengan Farhan.
Sang surya menyembunyikan sinarnya di ujung barat. Ketika senja, memang pemandangan di Ponpes Nurul Hikmah sangat indah karena lokasi pondok tersebut berada di perdesaan tepatnya di tengah tengah sawah, jauh dari kota, dan jalan menuju pondok tersebut juga sulit untuk di lalui ketika musim penghujan.
Seperti biasa, saat mega merah mulai menghiasi langit para santri di haruskan mengambil air wudhu dan persiapan sholat magrib berjamaah menuju mushola pondok yang tak jauh dari kamar utsmani. Seketika saat akan mengambil air wudhu, mata Farhan melihat ke barisan antrian yang panjang dan membosankan. Terpaksa dia ikut antri dan tidak di sangka dia terpleset di situ, sungguh hari yang malang untuk pria tampan itu. Wajah yang malu bercampur sakit plus marah benar-benar  paket komplit yang Farhan rasakan, santri-santri yang lain hendak menertawakan Farhan namun mereka semua mengurungkan niatnya untuk ketawa karena mereka sadar bahwa bahagia di atas penderitaan orang lain tidaklah baik. Afabi yang berada di dekat Farhan langsung menolong temanya itu. Adzan berkumandang, Afabi dan santri-santri yang lain meninggalkan Farhan yang dalam kondisi down. Tempat pengambilan wudhu itu sudah sepi dan Farhan kembali ke kamarnya, dalam kondisi tersebut Farhan mendapat bisikan syaitan untuk kabur dari pesantren lewat pintu belakang yang kebetulan tidak di kunci. Tanpa befikir panjang Farhan mengikuti rayuan syaitan. Namun apa yang terjadi ? Tindakan Farhan ternyata  di pergoki dahulu oleh ‘cah ndalem pondok’.
Hari pertama di pondok adalah hari pertama di takzir bagi Farhan atas apa yang di lakukannya. Ia di takzir membersihkan aula tempat  para santri mengaji, membersihkan kamar mandi, Tak hanya itu saja Farhan juga di suruh membaca istigfar 100 kali. Maklum saja takzir di pondok adalah hadiah khusus yang di berikan untuk santri yang khusus pula. Menurut mereka “mondok kalau ndak di takzir ya kurang asyik”. Takzir Sudah menjadi kebiasaan bahkan langganan untuk beberapa santri yang agak ndableg. Kegiatan demi kegiatan di lakukan santri-santri di pondok, tak terkecuali Farhan yang telah menyelesaikan takziranya. Lelah ??? ya, mungkin itu yang di alami Farhan dengan perasaan yang masih memberontak mencari celah untuk keluar dari area pesantren. Mulai dari mengaji Al-Qur’an, ngaji kitab, zikir bersama, tawasulan di makam pendiri ponpes, musyawarah, hingga sorogan di lakukan Farhan dengan terpaksa karena memang notabene nya adalah seorang anak yang belum bisa membaca Al Qur’an dan kitab kuning.
“Ayo berangkat ngaji, Han” ajak temanya ketika suara bel berdering kring.... kring.... kring menunjukan bahwa kelas mengaji segera di mulai.
“Iya kamu berangkat duluan, nanti aku nyusul”
“Nanti kalau tidak berangkat atau telat mengaji bisa di takzir lagi lo”
Mendengar kata takzir membuat Farhan seperti mendengar aungan macan yang kemudian membuatnya segera bergegas berangkat mengaji.
Akhirnya perasaan takut akan takzir membuat Farhan mengikuti ngaji sampai selesai. Para santri pun berlarian kembali ke kamar masing-masing. Lain halnya dengan Afabi yang sengaja pulang paling belakang untuk membersihkan tempat mengaji. Afabi termasuk salah satu santri yang ta’dhimnya melebihi santri yang lain.
Jam menunjukan pukul 00:00 di mana para santri di wajibkan untuk istirahat dan kegiatan santri di hentikan. Sebelum tidur, para santri di biasakan untuk merapikan tempat tidur. Santri biasanya menaruh barang di sembarang tempat. Farhan kembali berbuat ulah yaitu kabur dan lagi-lagi hal itu di ketahui oleh Afabi, teman dekat Farhan yang saat itu sedang bangun malam hendak melakukan sholat tahajud.
“Kamu mau berbuat apa lagi Han?”
“hm.... hm.. hm.. a a aku mau ke belakang buang hajat” jawab Farhan dengan gugup.
“ooo...”
Afabi Pergi meninggalkan Farhan hingga akhirnya tubuh tinggi Afabi hilang di balik tembok. Farhan melanjutkan misinya untuk kabur. Tanpa ia sadari Afabi mengikuti langkahnya, selang beberapa langkah Farhan mengetahui keberadaan seseorang di belakangnya.
“Farhan..” mendengar suara tersebut Farhan menoleh ke belakang.
“Mau coba kabur lagi ya”. Tukas Afabi.
“A... a... itu...anu...itu..” Farhan sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
“Ayo ikut aku”
“Kemana ?” tanya Farhan
“Di suatu tempat yang pasti kamu suka” jawab Afabi seraya menarik tangan Farhan. Farhan tidak memberontak sama sekali ketika di tarik Afabi. Sampailah mereka di ndalem Abah Dul Farhan,pun merasa cemas tubuhnya berkeringat meski suasana malam itu sangat sejuk.
“Assalamualaikum” hanya Afabi yang mengucapkan salam sementara Farhan hanya diam dan panik.
“Waalaikumsalam”
Afabi dan Farhan bersaliman dengan Abah Dul, mereka di persilahkan masuk lalu Abah Dul duduk di kursi sedangkan dua santri tersebut duduk di bawah sebagai bentuk ta’dhimnya.
“Ada apa ini le ??” tanya Abah Dul
“Bah,,Farhan mencoba melarikan diri”. Jawab Afabi dengan sopan.
“Oooo.. Mengapa kamu kok mau kabur lagi cah bagus..? Zahra tolong ambilkan minum untuk santri Abah”.
“Ya bah”. Sahut suara seorang gadis dari dalam dapur.
“Itu bah itu” belum selesai Farhan berbicara nampak seorang gadis cantik keluar dari dapur dengan membawa beberapa minuman. Farhan yang hendak berbicara menjadi terbelalak melihat paras cantik gadis itu, sedangkan Afabi tak berani melakukan hal yang di lakukan Farhan.
sttt....stt..stt cewek coy cewek”  bisik Farhan sambil menyenggol Afabi
“Huss diem”
“Kamu di pondokkan ke sini itu supaya menjadi pribadi yang  baik le bukan kabur kaburan.” Farhan hanya terdiam.
“ Ya sudah minum dulu”
Farhan dan Afabi meminum minumannya namun mata Farhan selalu memperhatikan langkah gadis itu menuju ke dalam.
“Ya sudahlah besok jangan ulangi lagi, kali ini abah maafkan tapi lain kali kalau kamu ulangi lagi abah akan takzir lebih berat.” Farhan terpaku diam.
“ Saya minta maaf  bah sampun ganggu waktunnya abah.”
“iya tak apa”
Afabi mohon pamit untuk kembali ke kamarnya.
“Assalamualaikum”
“Waalaikum salam “ jawab Abah.
Mereka berdua kembali ke kamar, Afabi melanjutkan mengambil wudhu dan mendarus kitab, sedangkan Farhan tidur berbaring di ranjang dengan senyum-senyum sendiri memikirkan gadis yang di temuinya di ndalem abah. Hatinya sungguh berbunga-bunga dan meloncat-loncat seperti akan copot.
Keesokan harinya, seperti biasa para santri dan santriwati mengambil air wudhu dan beriringan pergi ke mushola, kemudian di lanjut dengan mengaji, Farhan juga melaksanakan itu semua.
Ketika pukul 06:00 wib para santri kembali ke kamar untuk bersih-bersih. Di sepanjang perjalanan pulang Farhan bertanya kepada Afabi tentang gadis yang ditemuinya semalam, hatinya masih penasaran siapa sosok gadis itu.
“Fa, cewek semalam itu siapa?” tanya Farhan.
“Cewek? Cewek yang mana? Afabi tanya balik”
“Yang semalam di ndalem Abah itu lo!!! Sanggah Farhan.”
“Oht.... yang itu. Itu putrinya Abah, namanya Zahra” jawab Afabi.
“Kok kayaknya aku baru lihat sekali itu ya ?”
“Ya karena Zahra mondok di Jombang,  dia pulang karena liburan. Kenapa? kamu suka?” tanya Afabi.
“Hmmm”jawab Farhan.
“Berat kalau kamu suka dia. Zahra itu putrinya abah, pasti tidak sembarang orang bisa jadi menantunya. Mungkin harus rajin dan sholih dalam urusan agama.”
Farhan,pun merenung dalam hatinya.
Ketika musim kemarau seperti ini, sekitar pukul tiga sore para santri harus mengambil air dari sumur belakang ponpes yang lumayan jauh, namun ada hal aneh yang membuat para santri terkejut, anak manja seperti Farhan terlihat besemangat mengambil air. Tengah malam,pun tiba. Saat Afabi akan sholat tahajud ternyata sudah ada orang yang bangun sebelumnya, dan ternyata,,,,, Farhan.
“Ada yang beda dengan Farhan tidak seperti biasanya.” Ucap Afabi dalam hati, sampai akhirnya adzan subuh memecahkan keheningan fajar itu. Farhan yang biasanya mendengar adzan  makin pulas tidurnya, sekarang ia pertama kali datang ke mushola pesantren untuk sholat berjamaah.
Keanehan Farhan selalu saja di lihat oleh Afabi yang akhir-akhir ini selalu memerhatikan perilaku Farhan yang semakin hari semakin membingungkan. Farhan berangkat mengaji paling depan dengan menyiapkan segala keperluan untuk mengaji, dan pulang terakhir dengan menata sandal kyainya, bertemu orang menyapa dan mengucapkan salam, berpenampilan lebih sopan seperti layaknya seorang santri.
Abah sendiri yang melihat perubahan Farhan yang hari demi hari semakin baik , beliau  ikut bahagia dalam hatinya karena merasa berhasil mendidik Farhan....,,,,
Hari selanjutnya, sebelum sholat subuh Farhan sudah berada di mushola, kebetulan Zahra pergi ke mushola bersama Ina yaitu salah satu cah ndalem Pondok Pesantren Nurul Hikmah. Sebelum Abah pergi, momen yang di tunggu Farhan,pun tiba. Ia mengamati dua gadis itu. Zahra dan Ina duduk di dalam mushola khusus santriwati, beberapa saat seseorang melempar gumpalan kertas ke arah Ina.
“Aduhhhh...” ucap gadis itu dengan nada rendah karena, memang kepalanya tidak terlalu sakit, dia menoleh ke arah dari mana kertas itu berasal ternyata Farhan yang melempar kertas itu.
“Woy sini.” Panggil Farhan pelan sambil memberi isyarat agar Ina menghampirinya.
Ina ragu untuk menemui Farhan namun waktu itu hanya ada dirinnya, Zahra, dan Farhan. Zahra fokus membaca Al Qur’an dan tidak memperhatikan keadaan sekitar. Ina bergegas menemui Farhan.
“Nih surat, ntar lo kasihin ke Zahra ya.” pinta Farhan.
“SURAT, surat apaan?” tanya Ina sambil mengrenyitkan kepalanya.
“Udah pokoknya kasihin, awas jangan sampai lo buka.”
“iya... iya..” .
Sholat subuh telah usai zahra dan ina kembali ke ndalem. Ina hendak memberikan surat dari Farhan untuk Zahra, namun ia penasaran dengan isi surat itu. Diam-diam Ina membuka surat itu dan membacanya, ternyata isi surat tersebut adalah ungkapan perasaan Farhan, Ina merobek-robek surat itu karena isinya perasaan Farhan terhadap Zahra dan Ina merasa cemburu. Farhan merasa bahagia karena sudah mengungkapkan perasaanya, hari demi hari berlalu namun tidak ada reaksi apa-apa dari Zahra.
Sampai suatu ketika ada kabar bahwa pada hari itu Abah tidak mengajar ngaos, Farhan,pun bertanya pada Afabi
“Abah kok tidak mengajar mengaji Fa? Kemana beliau?”
“Abah pergi mengantar Zahra kembali ke pesantren”jawab Afabi
Seketika itu hati Farhan seperti ada yang kurang “GALAU” kalau kata santri zaman sekarang.Pada saat itu Farhan merasa down, rasa itu membuat dirinya kembali seperti Farhan yang dulu lagi, Mbandel, malas sholat, malas ngaji, pokoknya kembali dalam keadaan yang benar – benar buruk lagi. Karena orang yang selama ini yang membuatnya semangat dalam beribadah telah pergi. Afabi semakin bingung terhadap Farhan, baru saja dia berubah menjadi baik tiba-tiba berubah lagi. Akhirnya, Farhan tau kalau suratnya itu tidak sampai ke tangan pujaan hatinya, Ina sendiri yang mengakuinya dan Farhan semakin ilfil dengan Ina.Hari demi hari Farhan lalui dengan tingkah buruknya, namun akhirnya dia sadar dan merenungkan semua masalahnya. Malam – malam dia bangun dari tidurnya.  Malam itu begitu sunyi, saat  itulah Farhan meminta petunjuk kepada Allah SWT , tentang kegelisahan hatinya, Farhan berdo’a
“Bila Dia memang tulang rusukku kembalikanlah padaku ya Allah, apabila tidak mungkin engkau menyiapkan yang lebih baik dari itu untukku ya Allah. Karena engkau maha tahu yang terbaik untuk hambamu. Engkau lebih tahu tentang aku dari pada aku mengetahui diriku sendiri. Berilah petunjuk ke pada hambamu ini ya Allah.”
Setelah melalui perjalanan spiritual yang panjang akhirnya Farhan menyadari tujuan hidup yang sebenarnya. Yaitu ikhlas beribadah hanya kepada Allah semata, bukan karena ingin mendapatkan anak kyai (Ning Zahra). Seperti yang telah di ajarkan Abah Dul dalam mengaji banatan. Kini Farhan menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya. Hafalannya semakin hari semakin bertambah dan istiqomah. Ia mulai mengabdikan diri seutuhnya di pondok, bahkan impiannya untuk sekolah di sekolahan mewah telah di abaikan karena merasa betah di pondok.
Walau Farhan bukan cah ndalem, namun ia lah yang rajin menyiapkan tempat halaqoh, menyajikan minuman untuk Abah, ikut membersihkan ndalem, memasak makanan di dapur ndalem, dan kegiatan-kegiatan lainnya.
Farhan tidak berhasil mendapatkan hatinya Ning Zahra namun ia telah mendapatkan ridho Abah Dul .Setelah lulus dari pondok ia langsung mengajar kitab di kotanya. Selang beberapa tahun kemudian Farhan menikah dengan gadis cantik, dan seorang hafidzoh di kotanya yang merupakan anak dari teman ayahnya.

Komentar

  1. Antara Like dan dislike...
    Karna kau telah mengingatkanQ pd masa laluku ha ha ha

    BalasHapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus
  3. Mantulll..bagus cerpennya bikin pembacanya ga bosen kalo baca berulang²..terus kembangkan bakatmu

    BalasHapus
  4. teruskn bkt mu kak.I
    like kakak

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi romansa

Cerpen kecewa